GOWA — Kabar membanggakan kembali datang dari dunia akademik Sulawesi Selatan dan Luwu Raya. Dua putra-putri terbaik Wija to Luwu (WTL) resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.
Mereka adalah Prof. Dr. Nurhidayat Muhammad Said, M.Ag. dalam bidang Ilmu Dakwah dan Prof. Dr. Hj. Syamzan Syukur, M.Ag. dalam bidang Historiografi Islam.
Prosesi pengukuhan nakal dilaksanakan di Auditorium UIN Alauddin Kampus II, Samata-Gowa, Selasa (14/10/2025), dalam Sidang Senat Terbuka Luar Biasa yang dipimpin langsung oleh Rektor Prof. Dr. H. Hamdan, M.A., Ph.D..
Acara ini turut dihadiri oleh jajaran senat universitas, sivitas akademika, tokoh masyarakat, dan keluarga besar dari kedua guru besar asal Luwu tersebut.
Kiprah Prof. Nurhidayat, Dari Barowa ke Samata
Lahir di Barowa, Kabupaten Luwu, 15 April 1971, Prof. Dr. Nurhidayat Muhammad Said merupakan sosok akademisi yang telah lama berkecimpung dalam dunia dakwah dan komunikasi Islam.
Ia memulai pendidikan dasarnya di SD Negeri 66 Dangkang, kemudian melanjutkan ke MTs Bua dan SMEA Negeri Palopo, sebelum akhirnya menempuh studi sarjana di IAIN Alauddin Makassar (kini UIN Alauddin) jurusan Penerangan dan Penyiaran Islam.

Kecintaannya pada bidang dakwah mengantarkannya menyelesaikan Magister Dirasah Islamiyah di Program Pascasarjana IAIN Alauddin Makassar (1999), lalu meraih gelar doktor pada bidang Dakwah dan Komunikasi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2009).
Sebagai akademisi, Prof. Nurhidayat dikenal sebagai pemikir moderat yang menekankan pentingnya dakwah yang adaptif terhadap perubahan zaman.
Ia telah menulis sejumlah buku berpengaruh, antara lain Dakwah di Lintas Batas (Orbit Publishing); Dakwah IMMIM Menembus Batas Zaman (Pustaka Mapan); Dakwah dan Efek Glonalisasi Informasi (Alauddin Press); Jalan Tengah dalam Dakwah (Alauddin Press) dan Metodologi Penelitian Dakwah dan Komunikasi (Alauddin Press).
Karya-karyanya memperlihatkan pemikiran yang inklusif dan kontekstual, dengan semangat mempertemukan nilai-nilai Islam dan kemanusiaan universal.
Prof. Syamzan Syukur, Simbol Kecemerlangan Akademisi Perempuan Luwu
Sementara itu, Prof. Dr. Hj. Syamzan Syukur, M.Ag., yang lahir di Luwu pada 1 April 1973, menorehkan prestasi luar biasa sebagai Guru Besar Bidang Historiografi Islam di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar.
Perjalanan akademiknya dimulai dari madrasah di Bajo hingga menempuh sarjana di Fakultas Adab IAIN Alauddin (1995).
Ia kemudian meraih gelar Magister Agama (M.Ag.) di Program Pascasarjana IAIN Alauddin (1999), dan gelar Doktor di bidang Sejarah dan Peradaban Islam dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2008).
Prof. Syamzan dikenal luas lewat karya-karyanya tentang sejarah dan kebudayaan Islam, antara lain Mengurai Jejak Islamisasi Awal di Kedatuan Luwu (2014); dan Dinasti Fatimiyah: Kontribusinya terhadap Peradaban di Mesir (2011).

Buku lainnya adalah Suksesi Kepemimpinan dan Transformasi Kekuatan Politik Islam pada Masa Khulafaurrasyidin (2020) dan Manusia, Ilmu, dan Budaya: Konseptualisasi dan Aktualitas dalam Sejarah Peradaban (2024).
Melalui riset-risetnya, ia menegaskan pentingnya membaca sejarah Islam secara kontekstual dan menempatkan Tanah Luwu sebagai salah satu episentrum awal penyebaran Islam di Nusantara.
Bagi masyarakat Luwu Raya, kiprah Prof. Syamzan menjadi bukti nyata bahwa perempuan WTL mampu berkontribusi besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan Islam di tingkat nasional.
Kebanggaan Wija To Luwu dan KKLR
Bagi Kerukunan Keluarga Luwu Raya (KKLR), pengukuhan dua akademisi asal Luwu ini menjadi momen yang sangat membanggakan.
Setelah sebelumnya sejumlah tokoh WTL juga menempati posisi strategis di berbagai perguruan tinggi, kini dua nama baru kembali mengukir prestasi di ranah akademik tertinggi.
Keduanya bukan hanya membawa nama baik pribadi dan keluarga, tetapi juga memperkuat posisi masyarakat Luwu Raya sebagai komunitas yang kaya akan tradisi intelektual dan spiritual.
Dalam pandangan banyak pihak, kehadiran Prof. Nurhidayat dan Prof. Syamzan mencerminkan filosofi luhur getteng (teguh pendirian), lempu (jujur), dan ada tongeng (berkata benar) yang melekat dalam karakter Wija To Luwu.
“Menjadi Wija To Luwu berarti menjaga warisan nilai, bukan sekadar asal-usul. Ilmu pengetahuan adalah bentuk tertinggi dari pengabdian,” ujar Prof. Syamzan dalam salah satu kesempatan.
Sementara itu, Prof. Nurhidayat menegaskan bahwa dakwah sejati adalah ajakan menuju kebaikan yang menghargai perbedaan dan menumbuhkan semangat kemanusiaan.
Dengan dikukuhkannya dua Guru Besar asal Luwu ini, UIN Alauddin Makassar menegaskan perannya sebagai salah satu pusat pengembangan ilmu keislaman di kawasan timur Indonesia.
Bagi masyarakat Luwu Raya, capaian ini menjadi penanda bahwa tradisi keilmuan dari Tanah Luwu terus hidup dan berkembang, melahirkan generasi cendekia yang membawa semangat getteng, lempu, dan ada tongeng ke kancah nasional. (*)

